Subscribe:

Labels

Saturday, March 19, 2011

Dunia Obama Ancam Khadafi

Presiden Amerika Serikat, Barack Obama mengultimatum pemimpin Libya, Moammar Khadafi untuk menghentikan serangan terhadap warga sipil. Bila serangan terhadap warga sipil tidak dihentikan, Khadafi bisa menghadapi serangan militer.

"Saat ini bukan waktunya untuk bernegosiasi. Jika Khadafi tidak menaati resolusi DK PBB, komunitas internasional akan memaksakan resolusi itu lewat aksi militer," ujar Presiden Obama seperti dilansir VoA, Sabtu 19 Maret 2011.

Negara-negara NATO telah menghela pesawat-pesawat tempur dan aset militer lainnya mendekati Libya. Langkah ini sekaligus mendesak Dewan Keamanan PBB memberlakukan zona larang terbang dan mengizinkan serangan terhadap pasukan pemerintah.

Pasukan militer Khadafi telah melakukan tindakan keras untuk melawan para pemberontak yang mencoba menghentikan kekuasaannya selama 40 tahun lebih. Serangan Kadhafi telah mendekati benteng pemberontak yang terletak di Benghazi.

Pemimpin pemberontakan pun mengkhawatirkan terjadinya pertempuran berdarah di sana. "Kami percaya Khadafi akan melakukan kekerasan melawan rakyatnya. Krisis kemanusiaan dapat terjadi. Seluruh daerah menjadi tidak stabil," kata Obama.

Obama mengatakan pasukan Khadafi harus menghentikan serangan terhadap warga sipil yang berada di Benghazi dan kota-kota lainnya, serta mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke kota itu.

Obama tidak berminat membahas gencatan senjata yang ditawarkan Khadafi pada Jumat silam. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hillary Clinton pun mulai meragukan gencatan senjata itu. "Yang sangat penting dan mendesak adalah untuk menghentikan kekerasan," ujar Hillary. Dia pun menegaskan bahwa Khadafi telah kehilangan legitimasinya dan harus melepaskan kekuasaannya.

"Kami percaya hasil dari negosiasi apapun akan berujung pada pelepasan kekuasaan Khadafi." ujarnya.

Zona larangan terbang di atas Libya didukung oleh Liga Arab. Pejabat AS pun mengatakan bahwa pemerintah Arab harus memainkan peranannya dalam tindakan militer terhadap Libya.

0 comments:

Post a Comment